gurita ajaib

yang paham akan hukum-hukum agama, jadi jika dalam tulisan saya ini ada yang salah mohon jewerlah saya.
Gurita Paul

Gurita Paul


—–

Piala dunia telah berakhir. Mata saya dini hari tidak bisa lepas dari layar televisi, hanya beberapa menit saya harus melepaskan diri dari layar itu untuk sholat subuh. Kebetulan saya di Indonesia Timur yang waktu sholat subuhnya bertepatan pada pertengahan babak ke dua.

Pertandingan menarik, menghibur dan seperti final-final piala dunia sebelumnya yang selalu menghadirkan sebuah ketegangan. Pertandingan yang bagi saya sangat seru itu akhirnya dimenangkan oleh Spanyol. Belanda harus pulang dengan kekecewaan dan diiringi tangisan pendukungnya, mungkin tangisan paling keras adalah tangisan orang-rang yang kalah taruhan hingga berjuta-juta.

Meskipun jam tidur saya lebih sedikit dibanding hari-hari biasa, saya tetap harus berangkat kerja hari ini. Saat saya keluar kamar menuju kantor, bertemu dengan beberapa tetangga saya dan sudah bisa saya pastikan mereka membahas final piala dunia yang telah selasai beberapa jam yang lalu. Namun saya sedikit keheranan dengan fenomena orang-orang yang ada disekitar saya itu.

Saya punya bayangan mereka akan membahas bagaimana Spayol bisa berhasil menaklukkan Belanda, mereka akan membahas tentang Robben, Villa, Puyol atau tentang strategi serangannya. Akan tetapi semua bayangan saya itu tidaklah benar, yang mereka diskusikan ternyata Paul sang gurita itu.

Gurita fenomenal itu memang sudah menjadi bagian tidak terpisahkan dari piala dunia ini. Pemenang piala dunia kali ini tidak hanya Spanyol, tapi juga Gurita Paul. Tebakan-tebakan hewan tak bertulangbelakang ini hampir seluruhnya tepat. Hampir semua orang bertanya-tanya akan keanehan ini.

Banyak yang sudah membahas, banyak juga yang sudah menelitinya dan mengilmiah-ilmiahkan kejadian ini. Ada yang bilang gurita itu memilih berdasarkan warna bendera yang dipasang dalam kotak itu, bahwa gurita lebih “menyukai” warna terang dan banyak lagi fakta-fakta ilmiah lain yang coba dijabarkan. Namun tidak ada satupun ilmuwan mampu menjelaskan kenapa seekor gurita mampu menebak siapa pemenang suatu pertandingan. Jawaban paling lazim kita dengar adalah itu semua kebetulan.

Bahwa dalam ilmu hitungan peluang, setiap kotak memiliki peluang satu dibanding dua. Dan itu tidak ada hubungannya sama sekali dengan apa yang terjadi dilapangan. Pilihan gurita itu dipengaruhi oleh kebiasaan, dan “kultur ilmiah” dari gurita itu sendiri, misalnya tentang kenyataan bahwa gurita menyukai warna terang dan lain sebagainya. Dan saya sendiri juga sering iseng bertanya, kata siapa gurita suka warna terang? Emangnya gurita pernah ngomong?

Mungkin juga karena tidak adanya data ilmiah tentang hubungan antara pilihan gurita dengan apa yang terjadi di lapangan, kesimpulan orang-orang berilmu adalah fenomena gurita itu adalah tahayul dan beberapa orang ahli hukum agama mengatakan bahwa mempercayai gurita itu haram.

Ada satu hal yang kemungkinan besar orang lupakan. Kita lupa bertanya kepada Tuhan, sebenarnya apa mau-Nya dengan si Gurita ini. Sebagian besar dari kita sibuk melakukan riset ilmiah dan investigasi akademik tentang binatang bertentakel ini. Kita terlalu jumawa akan pengetahuan kita ini, sombongnya minta ampun.

Tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada para ulama dan kiai yang telah mengharamkan percaya kepada gurita, saya sedikit ingin mengusulkan, sebaiknya fatwa haram terhadap ramalan gurita itu diiringi dengan fatwa haram terhadap “ramalan” Bung Kunaini, Bung Ropan, Danur Windo dan komentator-komentator lainnya itu.

Kenapa saat Gurita dipercaya dikatakan haram namun ketika Bung Kusnaini memberikan gambaran tekhnis tentang pertandingan yang akan berlangsung dikatakan halal? Bukankan Bung Kus juga sedang menebak layaknya sang gurita? Bedanya adalah apa yang dikatakan Bung Kus itu bisa kita cerna menggunakan akal kita sementara sang gurita tidak bisa menjelaskan seacara ilmiah?

Ini hampir sama dengan fenomena Ponari. Rame-rame kita musrik-musrikkan orang yang ngantri di Ponari, namun kita halalkan orang yang antri di dokter kepercayaannya, padahal banyak yang antri dokter itu sedang mengharapkan untuk disembuhkan oleh dokter, sementara yang antri di Ponari banyak juga yang datang karena “kagum” akan kekuasaan Tuhan.

Kita ini dilarang bertahayul ria oleh Tuhan, namun tuhan koq “iseng” dengan menghadirkan gurita ini. Silahkan kita temukan jawaban dan tafsirkan sendiri-sendiri tentang apa sebenarnya kemauan Tuhan ini. []