عَنْ أَبِي ذَرّ جُنْدُبْ بْنِ جُنَادَةَ وَأَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ مُعَاذ بْن جَبَلٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
: اِتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ، وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا، وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ “
[رواه الترمذي وقال حديث حسن وفي بعض النسخ حسن صحيح]
Terjemah hadits / ترجمة الحديث :
Dari Abu Zar Jundub bin Junadah dan Abu Abdurrahman Mu’az bin Jabal radhiallahuanhuma dari Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam beliau bersabda : Bertakwalah kepada Allah dimana pun engkau berada, iringilah keburukan dengan kebaikan maka kebaikan akan menghapus keburukan itu, dan pergauilah manusia dengan akhlak yang baik.“ (Riwayat Turmuzi, dia berkata haditsnya hasan, pada sebagian cetakan dikatakan hasan shahih). sumber
Penjelasan hadits:
“Bertakwalah kepada Allah di mana pun engkau berada.” Yakni, bertakwa dalam kondisi apapun, di mana saja dan kapan saja. Dan perintah takwa dalam setiap kondisi itu diajarkan melalui mengiringi setiap keburukan dengan kebaikan karena kebaikan itu akan menghapus dosa-dosa akibat keburukan, serta untuk berbuat kepada setiap manusia dengan akhlak yang baik.
Tentang keutamaan akhlak ini, ada banyak riwayat yang mejelaskan keutumaanya melebihi keutamaan ibadah. Pasti ingat, waktu Rasulullah terburu-buru menyelesaikan sholat fardunya karena teringat ada harta di dalam rumahnya yang harus segera dibagikan kepada orang miskin. Atau kisah para sahabat-sahabat beliau.
Seperti apa yang disebut akhlak itu? Steven Covey pernah bilang soal bagaimana melahirkan kebiasaan yang efektif, “Ada ruang antara stimulus yang lahir dari sebuah peristiwa yang kita temui, dengan aksi yang akan kita lahirkan sebaagai respon terhadap stimulus itu. Ruang tersebut menyediakan banyak pilihan, semakin pandai memilih maka semakin efektif pekerjaan kita.” Ternyata ungkapan ini hampir sama dengan definisi akhlak dari Imam Ghazali ratusan tahun yang lalu, “Akhlak adalah respon terhadap suatu peristiwa.”
Akhlak yang baik berarti respon baik terhadap setiap peristiwa. Misalnya seorang ibu marah-marah waktu anaknya kurang hati-hati meletakkan gelas, sehingga jatuh dan pecah. “Aduuh, kamu gimana sih nak.. hati-hati dong naruh gelas”. Menggerutu, kesal, marah, ini responnya, maka ya berartinya begitulah akhlaknya. Atau respon yang berbeda, “Sini sini sayang, ambil sapu, bersihin pelan-pelan ya, awas kena pecahan gelas. Lain kali hati-hati ya sayang..”. Mana yang lebih baik? Ya begitulah akhlak, respon pertama.
Mengenai respon pertama ini, ada kisah dari wanita yang ditinggal mati oleh suaminya. Rasulullah saw. kemudian datang untuk takziyah (melayat). Beliau bilang, “Sabar ya, sabar…” Wanita tersebut malah bilang, “Enak saja kamu bilang sabar sabar, yang kena musibah itu kan saya.” Rasulullah kemudian pulang. Setelah pulang seseorang memberi tahu wanita tersebut bahwa tadi adalah Rasulullah. Seketika kaget si wanita itu, dan langsung menemui Rasulullah dan meminta maaf, “Saya sabar, saya sabar ya Rasul”. Lantas beliau mengatakan, “Sesungguhnya sabar ya waktu tadi.” Jadi, respon itu yang dimaksud dengan akhlak.
Ada teman yang sakit, trus kita bilang, “Ya sudah mau diapain, kita jenguk aja nanti.” Respon kurang baik, akhlaknya kurang. Meskipun tau secara syariat harus menjenguk, tapi tidak menunjukkan akhlak yang baik dengan berempati. Maka dengan demikian, akhlaqul karimah adalah merespon setiap peristiwa dengan respon yang positif.
Beberapa akhlak yang termasuk utama adalah: berani, wafa (komitmen), sabar, empati. Kenapa berani termasuk yang paling utama? Biasanya orang yang berakhlak baik diidentikkan dengan lembut, pemaaf, sabar, mengalah. Iya benar, tapi berani tetap harus punya tempat. Contoh sikap berani yang mengagumkan adalah sikap Hamas terhadap Fatah.
Pada saat menjelang pemilu Palestina beberapa waktu lalu, Hamas diperkirakan kalah. Beberapa analis dari Mesir, dari Israel juga memperkirakan Hamas pasti kalah. Bahkan Hamas sendiri pun memperkirakan akan kalah. Namun, ternyata semua dugaan meleset, Allah berkehendak lain. Setelah penghitungan selesai, ternyata Hamas menang. Menangnya sih memang tidak mutlak. Tapi jelas ini membuat Amerika dan Israel kebakaran jenggot. Maka dibuatlah bermacam-macam skenario untuk menggoyang pemerintahan Hamas supaya terlihat Hamas tidak kredibel. Maka dibuatlah embargo-embargo. Embargo makanan, embargo keuangan, rekening-rekening yang mengalirkan dana ke Palestina ditahan juga.
Dengan upaya ini ternyata pemerintahan Hamas belum jatuh juga. Akhirnya apa yang diperbuat Israel? Sungguh menyakitkan!! Israel merekrut Fatah untuk dipersenjatai dan dilatih di luar Palestine, kemudian menyerang orang-orang Hamas. Dari pintu ke pintu Fatah mencari orang-orang Hamas, begitu ditemui, ditarik paksa ada yang ditangkap, ada pula yang ditembak secara sporadis di depan istri dan anak-anaknya.
Dengan tindakan Fatah yang tak manusiawi itu, apa kata Hamas, “Kami sudah berkomitmen untuk tidak menyerang sesama Palestine.” Maka, dengan kondisi yang semakin buruk antara Hamas dan Fatah, akhirnya digelar jajak pendapat untuk menentukan kepada siapa pemerintahan akan diserahkan. Apa hasilnya? Sebagian besar rakyat Palestina menyatakan, “lebih baik lapar dari pada harus tunduk kepada Israel!”. Berdasar hasil jajak pendapat itu, maka Hamas kemudian mengatur strategi untuk mengatasi serangan Fatah.
Kurang dari 24 jam, Hamas berhasil membersihkan Fatah! Hamas membasmi Fatah yang bersenjata, yang melawan. Apa yang dilakukan kemudian terhadap orang-orang Fatah yang telah menyakiti Hamas itu? Hamas melucuti mereka dan menyatakan bahwa Hamas memaafkan mereka, dan mengirim mereka kembali ke Mesir. Luar biasa, subhanallah..
Hamas mencontohkan akhlaq berani. Berani menahan diri (yang sering kali diindentikkan dengan lemah) tapi sekaligus berani (dan mampu) untuk menumpas kedzaliman. Inilah gambaran berani sebagai akhlaqul karimah.
Lawan dari berani adalah pengecut. Pengecut termasuk akhlak tercela. Contoh ini ditunjukkan oleh tentara-tentara Israel. Saat serangan roket Hamas semakin mengancam pemukiman Yahudi, maka Israel mengirimkan 15 tank Mirkava ke Gaza untuk melancarkan operasi militer. 15 tank dengan teknologi tercanggih saat ini. Begitu tank-tank ini memasuki pintu Gaza, maka muncullah 2 orang anak kecil dari dalam tanah dan melempari mereka dengan batu. Apa yang terjadi?? Komandan tank itu memerintahkan anak buahnya untuk berhenti, lantas membatalkan operasi dan kembali ke pangkalan. Kenapa? Ada apa? Ya begitulah sikap pengecut orang-orang Israel.
Pelajaran lainnya dari hadits ini adalah tentang kemurahan Allah bahwa kebaikan-kebaikan akan menghapus dosa-dosa keburukan yang pernah dikerjakan. Untuk itu, Allah juga mengajarkan contoh kebaikan yang bisa dijadikan sarana menghapus dosa keburukan, misalnya dengan meminta ampun atau bertaubat, dan disertai dengan perbuatan baik lainnya. Muncul pertanyaan, biasanya pahala kebaikan kan dilipatgandakan, maka apakah ‘bonus’ pahala itu juga menghapus dosa, atau hanya satu kebaikan saja yang menghapus satu dosa?
Dalam hadits shahih riwayat Abu Dawud, Rasulullah saw bersabda, “Kalian bertakbir di akhir setiap shalat sebanyak sepuluh kali, bertahmid sepuluh kali, dan bertasbih sepuluh kali, maka itu menjadi 150 pada lisan dan (bernilai) 1500 pada timbangan.” Kemudian beliau bersabda, “Siapakah di antara kalian yang melakukan 1500 keburukan dalam sehari?” Nah, ini menunjukkan bahwa kelipatannya juga mengahapuskan keburukan-keburukan.
Hadits ini mengajarkan satu prinsip dakwah kepada para dai bahwa tugas mereka adalah menyampaikan bukan untuk menghakimi orang-orang yang berbuat maksiat. Karena maksiat yang dilakukan itu bisa saja ditutupi oleh kebaikan yang mereka lakukan suatu saat nanti. Tidak boleh mencela apalagi mengklaim buruk perempuan-perempuan yang masih enggan berhijab. Selama mereka masih mau diajak sholat, puasa, sedekah, dan kebaikan yang lain, dakwahilah dengan kebaikan itu. Insya Allah dosa akibat menolak berhijab bisa dihapus dengan kebaikan-kebaikan yang lain.